Komisi II DPRD minta DLH Perluas RTH serta DKUKMPP untuk Maksimalkan Kawasan UMKM

KOTA CIREBON, DBFM – Komisi II DPRD Kota Cirebon meminta Dinas Lingkungan Hidup (DLH) agar memperluas Ruang Terbuka Hijau (RTH), sebab RTH di Kota Cirebon masih jauh dari target 30 persen.

Sedangkan untuk Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Perindustrian, Perdagangan (DKUKMPP), Komisi II meminta agar memaksimalkan kawasan shelter UMKM yang tersebar di beberapa titik agar terisi dan tidak memenuhi area trotoar.

Selain itu, Komisi II juga meminta kepada DKUKMPP agar sertifikasi halal dan perizinan BPOM terus dimaksimalkan serta mudah diakses bagi pelaku UMKM.

Hal itu disampaikan pada rapat kerja Komisi II DPRD bersama DLH dan DKUKMPP membahas permasalahan Kota Cirebon dan penanganannya, Senin (1/4/2024) di ruang rapat DPRD.

Ketua Komisi II DPRD, H Karso menegaskan, minimnya RTH menjadi salah satu masalah nyata di Kota Cirebon. Sebab kebutuhan 30 persen RTH berfungsi dalam mendukung kualitas lingkungan hidup, karena polutan bisa terserap tumbuhan.

“Kota Cirebon masih jauh dari target RTH sebanyak 30 persen, sehingga Paripurna RTRW kemarin pun tidak dapat disahkan,” tegasnya.

Sementara, Kepala DLH Kota Cirebon, dr Yuni Darti menyebutkan ada dua jenis RTH, yakni privat dan milik pemda. Jika diakumulasi, total RTH melebihi 9 persen.

“Secara keseluruhan jumlah keseluruhan RTH sampai saat ini mencapai 11,9 persen,” sebut Yuni.

Yuni mengatakan, ada beberapa potensi lahan RTH yang bisa dimanfaatkan, seperti kawasan eks Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Grenjeng yang dapat ditanami pepohonan karena kondisi tanahnya yang subur.

Hanya saja, kata Yuni, proses sertifikat lahan oleh Pemda belum mencakup seluruh kawasan tersebut, sehingga membuat proses penambahan RTH terhambat.

“Untuk status tanah, terutama di Grenjeng separuh punya kota, separuh belum ada sertifikat-nya, seharusnya kota, namun belum disertifikatkan,” ujarnya.

Selain kawasan tersebut, eks galian tambang pasir di Kelurahan Argasunya pun berpotensi menjadi kawasan TPA cadangan. Sebab, kondisinya yang rawan longsor tidak memungkinkan untuk dilakukan pembangunan.

“Kalau ada rencana pembebasan lahan, di eks galian Argasunya. Apalagi rawan longsor, itu bisa dijadikan nanti TPA selanjutnya, karena tdk bisa dimanfaatkan lainnya,” kata Yuni.

Berkaitan dengan TPA, Yuni juga merencanakan sistem pengolahaan sampah di TPA bisa beralih ke 'landfill minning' yang bisa menghasilkan nilai ekonomis.

Sementara di sektor tempat pembuangan sementara, dirinya menyayangkan masih belum banyak TPS yang berstatus TPS-3R (Reduce-Reuse-Recycle).

“Untuk menangani permasalahan tadi, tentu harus ada komitmen dari Pemkot juga untuk mewujudkan tercapainya hal tersebut,” tukasnya.