KPK Geledah Rumah Bos Perusahaan Pembuat Celana Dalam Hanan Terkait Kasus Pencucian Uang SYL

KABUPATEN CIREBON, DBFM - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah bos PT Mulia Knitting Factory Hanan Supangkat di wilayah Kembangan, Jakarta Barat, pada Rabu (6/3/2024) malam.

Penggeledahan ini berkaitan dengan kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).

"Informasi yang kami peroleh betul (ada penggeledahan di rumah saksi Hanan Supangkat)," ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Kamis (7/3/2024).Kendati demikian, Ali Fikri belum bisa menjelaskan secara rinci maksud upaya paksa penggeledahan itu.

Namun diduga penyidik KPK tengah mencari alat bukti terkait dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan).

Adapun upaya paksa penggeledahan itu dilakukan setelah penyidik KPK memeriksa Hanan Supangkat pada Jumat (1/3/2024).

Hanan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi kasus dugaan TPPU mantan Mentan SYL.

Sebab diduga terdapat komunikasi antara Yasin Limpo dengan Hanan Supangkat untuk mendapatkan proyek di Kementan.

"Benar, saksi Hanan S (1/3) telah hadir memenuhi panggilan penyidik KPK sebagai saksi dalam perkara TPPU SYL," ucap Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (4/3/2024).

"Penyidik mendalami pengetahuan saksi antara lain terkait komunikasi antara saksi dengan SYL dan juga dikonfirmasi mengenai informasi dugaan adanya proyek pekerjaannya di Kementan," sambungnya.

Ali menyampaikan keterangan Hanan Supangkat penting untuk mendalami kasus TPPU yang saat ini tengah menjerat Syahrul Yasin Limpo.

"Keterangan saksi memperjelas dugaan perbuatan tersangka SYL dan tim penyidik saat ini masih terus melengkapi semua informasi terkait pembuktian dugaan TPPU-nya," kata Ali.

Hanan diketahui adalah pengusaha muda pemilik PT Mulia Knitting Factory  perusahaan yang memproduksi aneka pakaian dalam dan celana dalam.

Dia juga dikenal sebagai Ketua Ferrari Owners Club Indonesia (FOCI) perkumpulan penggemar mobil mewah Ferrari.

Tetapkan Tersangka

KPK menetapkan Syahrul Yasin Limpo sebagai tersangka TPPU berkat pengembangan kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi.

Dalam perkara pemerasan dan gratifikasi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah mendakwa SYL.

Politikus Partai NasDem itu didakwa melakukan pemerasan hingga mencapai Rp44,5 miliar selama periode 2020-2023.

Tindak pidana itu dilakukan SYL bersama-sama dengan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta.

Muhammad Hatta dulunya merupakan staf dan orang kepercayaan SYL saat menjabat Gubernur Sulawesi Selatan.

Sementara Kasdi Subagyono menjadi Sekretaris Jenderal Kementan menggantikan Momon Rusmono yang dicopot SYL karena "tidak sejalan".

"Terdakwa selaku Menteri Pertanian RI periode tahun 2019 sampai 2023 meminta, menerima atau memotong pembayaran kepada pegawai atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, yaitu dari anggaran Sekretariat, Direktorat, dan Badan pada Kementerian RI sejumlah total Rp44.546.079.044," ujar Jaksa KPK Taufiq Ibnugroho saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (28/2/2024).

Sejak menjabat sebagai menteri, SYL mengumpulkan dan memerintahkan Imam Mujahidin Fahmid (Staf Khusus), Kasdi, Hatta, dan Panji Harjanto (ajudan) untuk melakukan pengumpulan "uang patungan" atau "sharing" dari para pejabat eselon I di Kementan RI.

Uang itu disebut untuk kepentingan pribadi SYL dan keluarga.

Selain itu, SYL juga menyampaikan ada jatah 20 persen dari anggaran di masing-masing Sekretariat, Direktorat, dan Badan pada Kementan RI.

"Terdakwa juga menyampaikan kepada jajaran di bawahnya apabila para pejabat eselon I tidak dapat memenuhi permintaan terdakwa tersebut, maka jabatannya dalam bahaya, dapat dipindahtugaskan atau di-non job-kan oleh terdakwa, serta apabila ada pejabat yang tidak sejalan dengan hal yang disampaikan terdakwa tersebut agar mengundurkan diri dari jabatannya," kata jaksa.

Jaksa mengungkapkan uang puluhan miliar tersebut di antaranya untuk kepentingan istri dan keluarga SYL; kado undangan; Partai NasDem; acara keagamaan; charter pesawat; bantuan bencana alam atau sembako; keperluan ke luar negeri; umrah; dan kurban.

SYL disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf f jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Gratifikasi

SYL bersama Kasdi dan Hatta juga didakwa menerima gratifikasi dianggap suap sejumlah Rp40.647.444.494 sepanjang Januari 2020 sampai dengan Oktober 2023.

Dalam surat dakwaan jaksa KPK, uraian mengenai delik gratifikasi sama dengan kasus dugaan pemerasan.

SYK dkk tidak melaporkan penerimaan tersebut ke KPK dalam waktu 30 hari kerja.

"Perbuatan terdakwa tersebut haruslah dianggap pemberian suap karena berhubungan dengan jabatan terdakwa selaku Menteri Pertanian RI Tahun 2019-2023 sebagaimana diatur dalam Pasal 12C ayat 1 dan 2 UU Tipikor," tutur jaksa.

Atas perbuatan ini, SYL didakwa melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

( Artikel ini Bersumber : tribunnews.com )