Rasakan Dampak Boikot karena Dukung Israel, Unilever Sebut Penjualan di Indonesia Menurun
KABUPATEN CIREBON, DBFM - Perusahaan asal Inggris, Unilever, melaporkan pertumbuhan kuartal keempatnyadi Asia Tenggara cukup terdampak.
Penjualan di Indonesia disebut menurun buntut boikot terhadap merek-merek perusahaan multinasional "sebagai respons terhadap situasi geopolitik di Timur Tengah serangan Israel di Gaza."
CEO Unilever, Hein Schumacher, melaporkan penjualan produk Unilever di Indonesia mengalami penurunan sebanyak 15 persen dalam tiga bulan terakhir pada 2023.
Konsumen di negara-negara mayoritas Islam, seperti Indonesia, yang memiliki lebih dari 200 juta penduduk Muslim, telah memboikot perusahaan-perusahaan Barat karena mendukung Israel.
"Di Indonesia, kami melihat penurunan penjualan sebesar dua digit pada kuartal keempat," ujar Schumacher lewat telepon pada Kamis, dilansir CNN.
Selain penurunan penjualan di Indonesia, Unilever juga mengalami gangguan pasokan material mereka akibat serangan terhadap kapal-kapal di Laut Merah oleh Houthi Yaman sebagai bentuk dukungan terhadap Gaza.
Meski demikian, Schumacher menyebut pihaknya menganggap gangguan itu tak begitu penting.
"Jelas ada beberapa gangguan kecil untuk beberapa bahan utama dan pengiriman, dan sebagainya."
"Ada beberapa penundaan, tapi saya tidak akan menyebutnya penting," kata dia kepada Reuters.
"Kami bekerja sama dengan perusahaan ekspedisi dan operatos besar."
"Saya menyadari mereka mengambil rute yang lebih panjang (untuk menghindari Laut Merah)," imbuh dia.
Nestle Juga Rasakan Dampak Boikot
Selain Unilever, Nestle juga melaporkan adanya "keraguan di kalangan konsumen" di Timur Tengah sejak dimulainya perang Israel yang menghancurkan Gaza.
Konsumen di Timur Tengah dilaporkan lebih memilih merek lokal dibandingkan membeli makanan atau minuman produksi Nestle, kata CEO Nestle, Mark Schneider, dikutip dari Middle East Monitor.
Pada pertengahan Oktober 2023 lalu, Nestle mengumumkan penutupan sementara salah satu pabrik produksinya di Israel sebagai "tindakan pencegahan".
Saat itu Nestle berdalih penutupan dilakukan untuk menjaga keselamatan kolega dan karyawannya.
Dampak boikot akibat dukungan terhadap Israel juga dirasakan restoran cepat saji asal Amerika, McDonald's.
Pada awal Februari, McDonald's melaporkan gagal mencapai target penjualan untuk pertama kalinya dalam hampir empat tahun pada kuartal terakhir.
Hal ini disebabkan oleh lemahnya pertumbuhan penjualan di cabang Timur Tengah, buntut gelombang boikot yang dipicu dukungan cabang Israel terhadpa pasukan Zionis.
CEO McDonald's, Chris Kempczinski, sendiri mengakui cabang di Timur Tengah dan beberapa kawasan lainnya mengalami "dampak nyata" akibat perang di Gaza.
Sebagai informasi, menurut situs bdnaash.com, Unilever, Nestle, dan McDonald's merupakan salah satu penyokong pendudukan Israel di tanah Palestina.
Hingga saat ini, setidaknya ada 29.410 warga Palestina di Gaza yang tewas akibat serangan Israel.
Sementara itu, 69.465 lainnya mengalami luka.
Serangan Israel tanpa henti selama lebih dari empat bulan telah meratakan sebagian besar wilayah pesisit Gaza.
Kondisi itu menyebabkan warga Palestina di Gaza yang berjumlah sekitar 2,4 juta jiwa berada di ambang kelaparan, menurut PBB.
Kewaspadaan telah berpusat di kota Rafah di bagian paling selatan Gaza, dimana lebih dari 1,4 juta orang kini tinggal di tempat penampungan yang padat dan tenda-tenda darurat yang rentan terhadap penyakit.
Israel telah memperingatkan jika Hamas tidak membebaskan sisa sandera yang ditahan di Gaza pada awal Ramadan, maka mereka akan terus berperang selama bulan suci umat Islam, termasuk di Rafah.
( Artikel ini Bersumber : tribunnews.com )