PM Haiti Ariel Henry Mundur, Buntut Geng Kriminal yang Ngamuk di Berbagai Kota

KABUPATEN CIREBON, DBFM - Perdana Menteri HaitiAriel Henry, mengundurkan diri dari jabatannya pada Selasa (12/3/2024).

Pengunduran diri ini diumumkan oleh Mohamed Irfaan Ali, presiden Guyana dan ketua Komunitas Karibia (CARICOM) saat ini.

"Pengunduran diri Henry terjadi setelah para pemimpin regional bertemu pada Senin (11/3/2024) pagi di dekat Jamaika untuk membahas kerangka kerja transisi politik, yang pekan lalu diminta AS untuk dipercepat dengan pembentukan dewan kepresidenan," lapor Reuters, Selasa.

Sebelumnya, para pemimpin CARICOM mengadakan pertemuan darurat mengenai situasi di Haiti, setelah kekerasan yang dipimpin geng kriminal menyebabkan kekacauan.

Aliansi geng, yang dipimpin oleh Jimmy “Barbecue” Cherizier, telah memperingatkan akan terjadinya perang saudara jika Ariel Henry tidak mengundurkan diri.

Ariel Henry sebelumnya menjadi perdana menteri sejak pembunuhan presiden terakhir Haiti pada tahun 2021.

PM Haiti Ariel Henry Berada di Luar Negeri

Geng kriminal Cherizier mengamuk ketika Ariel Henry berada di luar negeri.

Ia kabur ke luar negeri dan berusaha menggalang dukungan bagi intervensi asing yang dipimpin Kenya untuk memulihkan ketertiban.

Sejak perjalanan Ariel Henry ke Kenya, ibu kota Haiti, Port-au-Prince, sedang dilanda gelombang serangan geng.

Sejak saat itu, Ariel Henry secara efektif dikurung di luar negeri dan mendarat di Puerto Riko pekan lalu, setelah ditolak masuk ke Republik Dominika, negara tetangga Haiti.

Kekacauan di Haiti

Kekerasan besar terbaru di Haiti terjadi pada Selasa (29/2/2024), ketika Perdana Menteri HaitiAriel Henry terbang ke Kenya.

Di Kenya, ia hendak meminta bantuan pasukan polisi yang didukung PBB untuk membantu memerangi geng-geng kriminal di Haiti.

Menanggapi ancaman itu, pemimpin geng terkemuka Jimmy "Barbecue" Cherizier mengumumkan kelompoknya, G9, bergabung dengan geng lain untuk memaksa Ariel Henry mundur.

Serangan tersebut sangat terkoordinasi terhadap penegak hukum dan lembaga-lembaga negara.

Akibat kekerasan itu, lebih dari 1.190 orang terbunuh dan lebih dari 15.000 orang meninggalkan rumah mereka.

Geng kriminal tersebut bahkan lebih kuat dari pasukan keamanan Haiti.

Mereka menyerang penjara dan bandara serta merebut ibu kota, Port-au-Prince, seperti dilaporkan CBS News.

Pemerintah Haiti mengumumkan keadaan darurat pada Minggu (10/3/2024) setelah kelompok bersenjata menyerang penjara terbesar di ibukota Port-Au-Prince.

Geng tersebut membunuh dan melukai polisi dan staf penjara, yang memungkinkan sekitar 3.500 narapidana melarikan diri.

( Artikel ini Bersumber : tribunnews.com )