'Jiper' Soal Ancaman Senjata Nuklir Rusia di Luar Angkasa, AS Minta China Cs Bujuk Moskow

KABUPATEN CIREBON, DBFM -- Amerika Serikat ternyata ketakutan alias 'jiper' dengan rencana Rusia menempatkan senjata nuklirnya di ruang angkasa.

Hal ini dianggap bakal bisa menjadi senjata antisatelit bertenaga nuklir baru di luar angkasa.

AS memerintahkan perwakilannya untuk menemui pihak Rusia. Wall Street Journal mengungkap penasihat keamanan nasional Presiden AS Joe Biden, Jake Sullivan, dan Yury Ushakov, penasihat kebijakan luar negeri Presiden Rusia Vladimir Putin.

Selain menemui wakil Rusia, bahkan AS juga meminta tolong kepada China, India dan negara anggota G7 untuk membujuk Moskow hentikan rencananya.

Selain itu, surat kabar tersebut menyatakan, munculnya informasi tentang ancaman di sektor luar angkasa "mengejutkan para pejabat pemerintah dan anggota parlemen."

Sebelumnya, muncul laporan di media Amerika bahwa ancaman tertentu terhadap keamanan nasional AS mungkin terkait dengan dugaan rencana Federasi Rusia untuk menempatkan senjata nuklir di luar angkasa.

Sekretaris pers pemimpin RusiaDmitry Peskov, dalam percakapan dengan wartawan, menyebut publikasi semacam itu merupakan taktik Gedung Putih.

Pada pertemuan dengan Menteri Pertahanan Sergey Shoigu, Presiden Vladimir Putin menekankan bahwa Rusia "selalu menentang keras penempatan senjata nuklir di luar angkasa."

AS meyakini Rusia saat ini sedang mengembangkan senjata nuklir yang nantinya akan ditempatkan di ruang angkasa. Senjata ini diduga memiliki kemampuan mengganggu sinyal satelit.

Sebuah sumber, yang berbicara secara anonim kepada Reuters, mengatakan bahwa sistem tersebut akan melibatkan alat peledak nuklir yang ditempatkan di orbit.

Kabar mengenai senjata nuklir ruang angkasa Rusia telah mencuat sejak 14 Februari lalu, tepatnya setelah ketua komite intelijen DPR AS dari Partai Republik Mike Turner mengeluarkan pernyataan samar yang memperingatkan adanya ancaman keamanan nasional yang serius.

Berikutnya, pekan lalu juru bicara Gedung Putih mengatakan bahwa sistem yang sedang dikembangkan Rusia akan melanggar Perjanjian Luar Angkasa.


( Artikel ini Bersumber : tribunnews.com )