Efek Boikot Buntut Perang Israel di Gaza, Starbucks Timur Tengah Umumkan PHK Sebagian Karyawan

KABUPATEN CIREBON,DBFM-Starbucks di Timur Tengah dan Afrika Utara (MENA) yang dioperasikan Alshaya Group, pada Selasa (4/3/2024), mengumumkan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sebagian karyawannya.

Diketahui, selama 25 tahun, Alshaya Group telah memegang lisensi Starbucks untuk wilayah MENA.

Hingga saat ini, sudah ada 1.300 kedai Starbucks yang dikelola Alshaya Group dengan tenaga kerja lebih dari 11 ribu orang.

Keputusan PHK sebagian ini diambil setelah dampak serangan Israel di Gaza yang masih terus berlanjut.

Aksi Israel di Gaza itu berujung pada seruan boikot terhadap perusahaan kopi asal Amerika ini.

"Sebagai akibat dari kondisi perdagangan yang terus menantang selama enam bulan terakhir, kami mengambil keputusan yang menyedihkan dan sangat sulit untuk mengurangi jumlah karyawan di toko Starbucks MENA kami," kata seorang juru bicara Alshaya Group kepada Anadolu Agency.

Ia menekankan komitmen Alshaya Group untuk mendukung karyawan yang di-PHK dan keluarganya selama masa transisi.

Ia juga mengucapkan terima kasih atas dedikasi mereka terhadap Alshaya Group dan Starbucks.

Unilever Juga Rasakan Dampak Boikot

Sebelumnya, perusahaan asal Inggris, Unilever, juga melaporkan penurunan penjualan di kawasan Asia Tenggara, terutama Indonesia, di pertumbuhan kuartal keempatnya.

Penjualan di Indonesia disebut menurun buntut boikot terhadap merek-merek perusahaan multinasional "sebagai respons atas situasi geopolitik di Timur Tengah serangan Israel di Gaza."

CEO Unilever, Hein Schumacher, melaporkan penjualan produk Unilever di Indonesia mengalami penurunan sebanyak 15 persen dalam tiga bulan terakhir pada 2023.

Konsumen di negara-negara mayoritas Islam, seperti Indonesia, yang memiliki lebih dari 200 juta penduduk muslim, telah memboikot perusahaan-perusahaan Barat karena mendukung Israel.

"Di Indonesia, kami melihat penurunan penjualan sebesar dua digit pada kuartal keempat," ujar Schumacher lewat telepon pada Kamis, dilansir CNN.

Selain penurunan penjualan di Indonesia, Unilever juga mengalami gangguan pasokan material mereka akibat serangan terhadap kapal-kapal di Laut Merah oleh Houthi Yaman sebagai bentuk dukungan terhadap Gaza.

Meski demikian, Schumacher menyebut pihaknya menganggap gangguan itu tak begitu penting.

"Jelas ada beberapa gangguan kecil untuk beberapa bahan utama dan pengiriman, dan sebagainya."

"Ada beberapa penundaan, tapi saya tidak akan menyebutnya penting," kata dia kepada Reuters.

"Kami bekerja sama dengan perusahaan ekspedisi dan operatos besar."

"Saya menyadari mereka mengambil rute yang lebih panjang (untuk menghindari Laut Merah)," imbuh dia.

Selain Unilever, Nestle juga melaporkan adanya "keraguan di kalangan konsumen" di Timur Tengah sejak dimulainya perang Israel yang menghancurkan Gaza.

Konsumen di Timur Tengah dilaporkan lebih memilih merek lokal dibandingkan membeli makanan atau minuman produksi Nestle, kata CEO Nestle, Mark Schneider, dikutip dari Middle East Monitor.

Pada pertengahan Oktober 2023 lalu, Nestle mengumumkan penutupan sementara salah satu pabrik produksinya di Israel sebagai "tindakan pencegahan".

Saat itu Nestle berdalih penutupan dilakukan untuk menjaga keselamatan kolega dan karyawannya

Dampak boikot akibat dukungan terhadap Israel juga dirasakan restoran cepat saji asal Amerika, McDonald's.

Pada awal Februari, McDonald's melaporkan gagal mencapai target penjualan untuk pertama kalinya dalam hampir empat tahun pada kuartal terakhir.

Hal ini disebabkan oleh lemahnya pertumbuhan penjualan di cabang Timur Tengah, buntut gelombang boikot yang dipicu dukungan cabang Israel terhadpa pasukan Zionis.

CEO McDonald's, Chris Kempczinski, sendiri mengakui cabang di Timur Tengah dan beberapa kawasan lainnya mengalami "dampak nyata" akibat perang di Gaza.

(Artikel ini Bersumber: tribunnews.com)